Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya
(no. 17508),
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ،
وَيَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ، عَنْ حُبْشِيِّ بْنِ جُنَادَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ، فَكَأَنَّمَا
يَأْكُلُ الْجَمْرَ»
Yahya bin Adam dan Yahya bin Abi
Bukair menuturkan kepada kami, mereka berdua mengatakan, Israil menuturkan
kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Hubsyi bin Junadah radhiallahu’anhu,
ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
yang meminta-minta padahal ia tidak fakir maka seakan-seakan ia memakan bara
api”.
Dikeluarkan juga oleh Ibnu Khuzaimah
dalam Shahih-nya (no. 2446), Ath-Thahawi dalam Syarah Ma’anil Atsar
(no. 3021), dan Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (no. 3506), semuanya
dari jalan Israil.
Derajat
hadits
Riwayat ini lemah karena terdapat
Abu Ishaq Amr bin Abdillah bin Ubaid As -Sabi’i Al-Kufi. Ibnu Hajar mengatakan:
“Ia tsiqah, banyak riwayatnya, ahli ibadah, namun mukhtalith di
akhir usianya”. Adz-Dzahabi mengatakan: “Ia tsiqah, namun berubah
hafalannya menjadi buruk ketika di masa tua yaitu masa-masa sebelum wafatnya”.
Namun Abu Ishaq di-mutaba’ah oleh
Asy-Sya’bi dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jam
Al-Kabir (no. 3504),
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ غَنَّامٍ، ثنا أَبُو بَكْرِ بْنُ
أَبِي شَيْبَةَ، ح وَحَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثنا ابْنُ
الْأَصْبَهَانِيِّ، قَالَا: ثنا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ
مُجَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ حَبَشِيِّ بْنِ جُنَادَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ وَاقِفٌ بِعَرَفَةَ فِي
حَجَّةِ الْوَدَاعِ وَأَتَى أَعْرَابِيٌّ فَأَخَذَ بِطَرَفِ رِدَائِهِ وَسَأَلَهُ
إِيَّاهُ فَأَعْطَاهُ، فَذَهَبَ بِهِ فَعِنْدَ ذَلِكَ حُرِّمَتِ الْمَسْأَلَةُ، قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ
لِغَنِيٍّ وَلَا لِذِي مِرَّةٍ سَوِيٍّ، إِلَّا فِي فَقْرٍ مُدْقِعٍ، أَوْ غُرْمٍ
مُفْظِعٍ» ، وَقَالَ: «مَنْ سَأَلَ النَّاسَ لِيُثْرِيَ مَالَهُ كَانَ خُمُوشًا
فِي وَجْهِهِ وَرَضْفًا يَأْكُلُهُ مِنْ جَهَنَّمَ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيُقِلَّ،
وَمَنْ شَاءَ فَلْيُكْثِرْ»
Ubaid bin Ghannam menuturkan
kepadaku, Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepadaku, juga Ali bin Abdil Aziz
menuturkan kepadaku, Ibnu Al-Ashbahan menuturkan kepadaku. Keduanya (Abu Bakr
bin Abi Syaibah dan Ibnu Al-Ashbahan) mengatakan: Abdurrahim bin Sulaiman
menuturkan kepadaku, dari Mujalid, dari Asy-Sya’bi, dari Hubsyi bin Junadah, ia
berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah di
Arafah pada haji wada’, lalu datang seorang badui yang tiba-tiba menarik
ujung selendang Nabi dan memintanya, maka Nabi pun memberikan selendang itu
kepadanya, lalu orang badui itu pun pergi. Dan ketika itulah mulai diharamkan
meminta-minta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak
halal menerima sedekah bagi orang yang kaya juga bagi orang yang punya
kemampuan untuk bekerja, kecuali orang fakir yang sangat sengsara atau orang
yang punya tunggakan hutang dan sangat kesulitan membayarnya”. Beliau juga
bersabda: “Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang lain untuk menumpuk
harta maka pada hari kiamat akan ada cakaran di wajahnya dan akan memakan batu
panas dari neraka jahanam. Maka silakan pilih sendiri, kurangilah meminta-minta
atau perbanyaklah”.
Riwayat ini sendiri lemah karena
terdapat Mujalid. Ibnu Hajar mengatakan: “Laysa bi qawiy, hafalannya
berubah di akhir usianya”. Ad-Daruquthni mengatakan: “Ia tidak dianggap
haditsnya”. Yahya bin Ma’in mengatakan: “Haditsnya bukan hujjah”.
Al-Bukhari mengatakan: “Shaduq”. Ibnu Hibban mengatakan: “Tidak boleh berhujjah
dengannya”. Namun riwayat ini bisa menjadi i’tibar.
Abu Ishaq di-mutaba’ah oleh
Asy-Sya’bi dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jam
Al-Kabir (no. 3505),
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْحَضْرَمِيُّ، ثنا
مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ شَقِيقٍ، ثنا أَبِي، ثنا أَبُو
حَمْزَةَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ حَبَشِيِّ بْنِ جُنَادَةَ السَّلُولِيِّ،
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ
سَأَلَ النَّاسَ فِي غَيْرِ مُصِيبَةِ حَاجَتِهِ فَكَأَنَّمَا يَلْتَقِمُ
الرَّضْفَةَ»
Muhammad bin Abdillah Al-Hadhrami
menuturkan kepadaku, Muhammad bin Ali bin Al-Hasan bin Syaqiq menuturkan
kepadaku, ayahku (Ali bin Al-Hasan bin Syaqiq) menuturkan kepadaku, Abu Hamzah
menuturkan kepadaku, dari Asy-Sya’bi, dari Hubsyi bin Junadah As-Saluli, ia
berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang lain padahal ia tidak sedang
dalam kebutuhan mendesak disebabkan musibah yang ia derita, maka seakan-seakan
ia memakan bara api”.
Riwayat ini sendiri juga lemah,
karena terdapat Abu Hamzah yaitu Tsabit bin Abi Shafiyyah. Imam Ahmad berkata:
“Dha’iful hadits, laysa bisya’in”. Yahya bin Ma’in mengatakan: “Laysa
bisya’in”. Abu Zur’ah mengatakan: “Layyin”. Abu Hatim mengatakan:
“Haditsnya lemah, ditulis haditsnya namun bukan hujjah”. Adz-Dzahabi
mengatakan: “Para ulama melemahkannya”. Ibnu Hajar mengatakan: “lLmah, seorang
rafidhah”. Namun riwayat ini masih bisa menjadi i’tibar.
Sampai di sini dari keseluruhan
riwayat yang ada, hadits Hubsyi bin Junadah ini statusnya hasan, karena
riwayat-riwayatnya saling menguatkan.
Terdapat jalan dari sahabat Wahb bin
Khanbasy Ath-Tha’i radhiyallahu ‘anhu. Dikeluarkan oleh Ath-Thahawi
dalam Syarah Ma’anil Atsar (no. 3020),
حَدَّثَنَا أَبُو أُمَيَّةَ , قَالَ: ثنا الْمُعَلَّى بْنُ
مَنْصُورٍ , قَالَ: أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ , قَالَ:
أَخْبَرَنِي مُجَالِدٌ , عَنِ الشَّعْبِيِّ , عَنْ وَهْبٍ , قَالَ: «جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ وَاقِفٌ بِعَرَفَةَ
, فَسَأَلَهُ رِدَاءَهُ , فَأَعْطَاهُ إِيَّاهُ , فَذَهَبَ بِهِ , ثُمَّ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ
إِلَّا مِنْ مُدْقِعٍ أَوْ غُرْمٍ مُفْظِعٍ , وَمَنْ سَأَلَ النَّاسَ لِيُثْرِيَ
بِهِ لَهُ , فَإِنَّهُ خُمُوشٌ فِي وَجْهِهِ , وَرَضْفٌ يَأْكُلُهُ مِنْ جَهَنَّمَ , إِنْ قَلِيلًا
فَقَلِيلٌ , وَإِنْ كَثِيرًا فَكَثِيرٌ»
Abu Umayyah menuturkan kepadaku, ia
berkata: Al-Mu’alla bin Masnhur menuturkan kepadaku, ia berkata: Yahya bin
Sa’id menuturkan kepadaku, ia berkata: Mujalid mengabarkan kepadaku, dari
Asy-Sya’bi, dari Wahb, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam saat beliau sedang berdiri di Arafah. Orang tersebut
meminta selendang Nabi dan beliau pun memberikannya. Orang tersebut lalu pergi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda: “Tidak halal
meminta-minta kecuali bagi orang fakir yang sangat sengsara atau orang yang
punya tunggakan hutang dan sangat kesulitan membayarnya. Barangsiapa yang
meminta-minta kepada orang lain untuk menumpuk harta maka pada hari kiamat akan
ada cakaran di wajahnya dan akan memakan batu panas dari neraka jahanam. Jika
ia meminta-minta hanya sedikit, maka sedikit pula azab yang ia terima, jika ia
meminta-minta banyak maka banyak pula azab yang ia terima”.
Riwayat ini juga lemah karena
terdapat Mujalid, namun bisa menjadi syahid yang menguatkan, sehingga
hadits di atas dengan keseluruhan jalannya, statusnya menjadi shahih
lighairihi.
Al Haitsami dalam Majma’ Az
Zawaid (3/99) mengatakan: “hadits ini perawinya adalah perawi Ash Shahih”.
Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Shahih Al Musnad (298) mengatakan: “hadits
ini shahih”. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib (802) mengatakan
hadits ini shahih li ghairihi.
Faidah
hadits
1.
Meminta-minta
hukum asalnya terlarang. Banyak sekali dalil yang menunjukkan larangan hal ini,
diantaranya:
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ
تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa meminta-minta kepada
orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah
meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau
memperbanyaknya” (HR. Muslim no. 1041).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
لَأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ، فَيَحْطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ،
فَيَتَصَدَّقَ بِهِ وَيَسْتَغْنِيَ بِهِ مِنَ النَّاسِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ
يَسْأَلَ رَجُلًا، أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ، فَإِنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا
أَفْضَلُ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Jika salah seorang di antara
kalian pergi di pagi hari lalu mencari kayu bakar yang di panggul di
punggungnya (lalu menjualnya), kemudian bersedekah dengan hasilnya dan merasa
cukup dari apa yang ada di tangan orang lain, maka itu lebih baik baginya daripada
ia meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi ataupun tidak, karena
tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Dan mulailah dengan
menafkahi orang yang engkau tanggung” (HR. Bukhari no. 2075, Muslim no.
1042).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang yang selalu
meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat ia akan menghadap Allah dalam
keadaan tidak sekerat daging sama sekali di wajahnya” (HR. Bukhari no.
1474, Muslim no. 1040 ).
Dari Auf bin Malik Al-Asyja’i beliau
berkata,
قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ، فَعَلَامَ نُبَايِعُكَ؟
قَالَ: «عَلَى أَنْ تَعْبُدُوا اللهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَالصَّلَوَاتِ
الْخَمْسِ، وَتُطِيعُوا – وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً – وَلَا
تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا»
“Kami telah berbai’at kepadamu
wahai Rasulullah, namun apa saja perjanjian yang wajib kami pegang dalam bai’at
ini? Rasulullah bersabda: ‘Wajib bagi kalian untuk menyembah kepada Allah
semata dan tidak berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, mengerjakan shalat
lima waktu, taat kepada pemimpin, (lalu beliau melirihkan perkataannya) dan
tidak meminta-meminta kepada orang lain sedikit pun‘” (HR. Muslim no.
1043).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ
إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ
“Sesungguhnya, meminta-minta itu
adalah topeng yang dikenakan seseorang pada dirinya sendiri, kecuali bila
seseorang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa”
(HR. At-Tirmidzi no. 681, ia berkata: “hasan shahih”).
2.
Dibolehkan
seseorang meminta-minta kepada orang lain jika dalam keadaan fakir dan darurat
sebagaimana ditegaskan dalam hadits Junadah.
3.
Ulama
sepakat akan haramnya meminta-minta jika tidak dalam keadaan darurat. An-Nawawi
ketika menjelaskan bab “An-Nahyu ‘anil Mas’alah” (larangan
meminta-minta) beliau mengatakan:
مَقْصُودُ الْبَابِ وَأَحَادِيثِهِ
النَّهْيُ عَنِ السُّؤَالِ وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَيْهِ إِذَا لَمْ تَكُنْ
ضَرُورَةٌ
“Maksud
dari bab ini dan hadits-hadits yang ada di dalamnya adalah larangan
meminta-minta. Ulama sepakat hukumnya terlarang jika tidak dalam keadaan
darurat” (Syarah Shahih Muslim, 7/127).
4.
Meminta-minta
dalam keadaan tidak fakir dan tidak darurat, termasuk dosa besar, karena
diancam dengan azab di akhirat.
5.
Jika
dalam keadaan darurat, namun tidak fakir dan mampu bekerja, ulama berselisih
pendapat mengenai hukumnya. An-Nawawi menjelaskan:
أَصْحَابُنَا فِي مَسْأَلَةِ
الْقَادِرِ عَلَى الْكَسْبِ عَلَى وَجْهَيْنِ أَصَحُّهُمَا أَنَّهَا حَرَامٌ
لِظَاهِرِ الْأَحَادِيثِ وَالثَّانِي حَلَالٌ مَعَ الْكَرَاهَةِ بِثَلَاثِ شُرُوطٍ
أَنْ لَا يُذِلَّ نَفْسَهُ وَلَا يُلِحَّ فِي السُّؤَالِ وَلَا يُؤْذِيَ المسؤول
فَإِنْ فُقِدَ أَحَدُ هَذِهِ الشُّرُوطِ فَهِيَ حَرَامٌ بِالِاتِّفَاقِ وَاللَّهُ
أَعْلَمُ
“Para
ulama berselisih pendapat mengenai hukum meminta-minta bagi orang yang mampu
bekerja, dalam dua pendapat. Pendapat yang lebih tepat, hukumnya haram,
berdasarkan zahir hadits-hadits yang ada. Pendapat yang kedua, hukumnya boleh
namun disertai kemakruhan, jika memenuhi tiga syarat: [1] tidak menghinakan
dirinya, [2] tidak memaksa ketika meminta, dan [3] tidak memberikan gangguan
kepada orang yang dimintai. Jika salah satu syarat ini tidak dipenuhi, maka
hukumnya menjadi haram dengan sepakat ulama. Wallahu a’lam” (Syarah
Shahih Muslim, 7/127).
6.
Meminta-minta
untuk memperkaya diri itu perbuatan tercela. Al-‘Aini mengatakan:
من سَأَلَ النَّاس لأجل التكثر فَهُوَ
مَذْمُوم
“Barangsiapa
yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperkaya diri itu tercela” (Umdatul
Qari, 9/56).
Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id
Artikel: Muslim.or.id
No comments:
Post a Comment