Seorang
hamba harus mengenal Rabb-nya, harus mengenal Allah, agar ia cinta kepada Allah
dan Allah cinta kepadanya. Perlu diketahui dari salah satu sifat Allah bahwa
Allah sangat sayang kepada hamba-Nya melebihi kasih sayang ibu kepada anaknya.
Kita sangat tahu bagaimana kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang mungkin
tidak ada tandingannya di dunia ini, akan tetapi kita sangat perlu tahu bahwa
kasih sayang Allah melebihi itu semua.
Perhatikan
hadits berikut, Dari Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu , beliau
menuturkan:
ﻗﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﺒﻲ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺒﻲ ﻗﺪ
ﺗﺤﻠﺐ ﺛﺪﻳﻬﺎ ﺗﺴﻘﻲ، ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪﺕ ﺻﺒﻴﺎً ﻓﻲ
ﺍﻟﺴﺒﻲ ﺃﺧﺬﺗﻪ، ﻓﺄﻟﺼﻘﺘﻪ ﺑﺒﻄﻨﻬﺎ ﻭﺃﺭﺿﻌﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : (ﺃﺗﺮﻭﻥ ﻫﺬﻩ ﻃﺎﺭﺣﺔ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ). ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻭﻫﻲ ﺗﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻄﺮﺣﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: (ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺣﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﻩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ
ﺍﻟﺴﺒﻲ ﺃﺧﺬﺗﻪ، ﻓﺄﻟﺼﻘﺘﻪ ﺑﺒﻄﻨﻬﺎ ﻭﺃﺭﺿﻌﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : (ﺃﺗﺮﻭﻥ ﻫﺬﻩ ﻃﺎﺭﺣﺔ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ). ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻭﻫﻲ ﺗﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻄﺮﺣﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: (ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺣﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﻩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di
tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya.
Tatkala
dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya
erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami,
“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami,
“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”
Kami
menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah
bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila
seorang Ibu tersebut tidak tega melempar anaknya ke dalam api, maka Allah tentu
lebih tidak tega lagi melempar dan mencampakkan hamba-Nya ke dalam api neraka,
akan tetapi apa yang terjadi? Hamba tersebut tidak mau mengenal Allah, tidak
peduli kepada Allah dan agama-Nya, bahkan ia lari jauh dari Allah. Bagaimana
Allah bisa sayang kepada hamba tersebut?
Kita
diperintahkan untuk mengenal Allah dan “lari” menuju Allah. Allah berfirman,
فَفِرُّوا إِلَى اللهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ
“Maka
segera berlarilah kalian (kembali) menuju Allah. Sungguh aku (Rasul) seorang
pemberi peringatan yang nyata dari-Nya bagi kalian.” (adz-Dzaariyaat: 50)
Hendaknya tidak terlalu yakin bahwa kita hamba kesayangan Allah
Maksudnya
adalah jangan sampai kita tertipu dengan berbagai nikmat dan kemudahan yang
diberikan oleh Allah di dunia ini. Hendaknya kita TIDAk HANYA bersandar dengan
sifat “Allah sangat sayang kepada hamba-Nya” yang menyebabkan kita lupa dan
lalai bahwa Alah juga memiliki azdab yang besar dan pedih.
Allah
berfirman,
نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ . وَ أَنَّ
عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الأَلِيمَ
Artinya:
“Kabarkanlah pada para hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang
sangat pedih”. (Q.s. Al-Hijr: 49-50).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menggambarkan bagaimana kasih sayang
dan adzab Allah. Beliau bersabda,
لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللَّهِ مِنْ الْعُقُوبَةِ
مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ، وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللَّهِ
مِنْ الرَّحْمَةِ مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ
“Andaikan
mukmin mengetahui azab yang disediakan Allah; niscaya tidak ada seorangpun yang
berharap bisa mendapatkan surga-Nya. Dan seandainya orang kafir mengetahui
kasih sayang yang ada pada Allah; niscaya tak ada seorangpun yang tidak
berharap bisa meraih surga-Nya”. (HR.
Muslim)
Hendaknya
seorang muslim berhati-hati nikmat yang terus-menerus dan disertai keadaan
tidak mengenal Allah bisa jadi adalah Istidraj (semacam jebakan). Istidraj
yaitu Allah berikan dunia kepada seorang hamba, ia hanya bersenang-senang saja
akan tetapi hakikatnya Allah sudah tidak peduli kepadanya. Ia hanya akan
menunggu balasannya di hari kiamat dan hanya “bersenang-senanglah” sebentar
saja.
Contoh
Istidraj misalnya seorang hamba memiliki bisnis yang lancar dan omset
yang terus meningkat, akan tetapi ia melalaikan shalat. Seorang wanita yang karir
dan jabatan terus naik meninggi, akan tetapi ia tidak memakai hijab. Bagaikan
seorang ibu yang memberikan gadget pada anak kecilnya kemudia ia berkata
“mainlah sepuas nak, seharian”.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai istidraj,
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا
مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ
اسْتِدْرَاجٌ
“Bila
engkau melihat Allah Ta’ala memberi hamba dari (perkara) dunia yang
diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka
(ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan) dari Allah.” (HR. Ahmad, lihat Shahihul Jami’
no. 561)
Demikian
juga istidraj dalam ayat berikut yang disebut dengan makar Allah,
أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ
الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka
apakah mereka merasa aman dari makar Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada
yang merasa aman dan makar Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf: 99)
Syaikh
Muhammad bin Abdul Aziz Al-Qar’awi menjelaskan,
مكر الله: هو استدراج العاصي بالنعم… حيث إنهم لم
يُقدِّروا الله حق قدره، ولم يخشوا استدراجه لهم بالنعم وهم مقيمون على معصيته حتى
نزل بهم سخط الله، وحلت بهم نقمته
“Makar
Allah adalah istidraj bagi pelaku maksiat dengan memberikan kenikmatan/kebahagiaan…
mereka tidak memuliakan Allah sesuai dengan hak-Nya. Mereka tidak merasa
khawatir [tenang-tenang saja] dengan istidraj [jebakan] kenikmatan-kenikmatan
bagi mereka, padahal mereka terus-menerus berada dalam kemaksiatan sehingga
turunlah bagi mereka murka Allah dan menimpa mereka azab dari Allah.”(Al-Jadid fii Syarhi Kitabit tauhid hal.
306, Maktabah As-Sawadi)
Demikian
semoga bermanfaat
@
Yogyakarta Tercinta
Penyusun:
Raehanul Bahraen
Artikel
www.muslim.or.id
No comments:
Post a Comment