Bahaya
Masa Bodo Untuk Mempelajari Islam
Oleh:
Badrul Tamam
Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya yang senantiasa meniti
petunjuknya.
Sesungguhnya
di antara kekufuran yang nyata dan mengeluarkan dari Islam adalah berpaling
dari agama Allah 'Azza wa Jalla, tidak mau mempelajari dan
mengamalkannya. Dan inilah yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad al Tamimi dalam
kitabnya "Nawaqidl al-Islam" (Pembatal-pembatal keislaman), sebagai
pembatal keislaman yang terakhir. Dasarnya adalah firman Allah Ta'ala:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ
بِآَيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ
مُنْتَقِمُونَ
"Dan
siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan
ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan
memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (QS.
Al-Sajdah: 22)
كَذَلِكَ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ مَا قَدْ سَبَقَ
وَقَدْ آَتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا ذِكْرًا مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ
يَحْمِلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وِزْرًا خَالِدِينَ فِيهِ وَسَاءَ لَهُمْ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِمْلًا
"Demikianlah
kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan
sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan
(Al-Quran). Barangsiapa yang berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya dia
akan memikul dosa yang besar di hari kiamat. Mereka kekal di dalamnya dan amat
buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat." (QS.
Thaha: 99)
Yang
dimaksud dengan berpaling di atas adalah masa bodo dan tidak mau mempelajari
masalah pokok agama ini yang dengannya seorang menjadi muslim, walaupun mungkin
masih jahil terhadap cabang-cabangnya, karena masalah ini hanya dikuasai para
ulama.
Berpaling yang menyebabkan kekufuran adalah acuh dan tidak mau
mempelajari masalah pokok agama ini yang dengannya seorang menjadi muslim,
walaupun mungkin masih jahil terhadap cabang-cabangnya.
Sesungguhnya
kondisi manusia sangat berbeda-beda. Perbedaan mereka ditentukan oleh tingkat
keimanan mereka, selama pokok iman masih ada. Sedangkan peremehan dan syirik
terjadi terhadap kewajiban dan masalah-masalah sunnah yang tingkatannya di
bawah itu. Namun, apabila pokok iman yang bisa memasukkan dirinya ke dalam
Islam tidak ada lalu dia berpaling secara keseluruhan, maka inilah bentuk
kekufuran dan berpaling dari Islam.
I'radh
'amali (berpaling dengan amal) ada dua
bentuk: Pertama, berpaling dari dienul Islam secara total dan
keseluruhan. Dan ini masuk dalam bagian masalah meninggalkan jenis amal. Dan
meningalkan jenis amal terhitung berpaling dari amal Islam secara keseluruhan.
Dan ini masuk dalam pembatal ke-Islaman ditinjau dari sisi ini. Dan sepertinya,
ini yang nampak dari perkataan syaikh Muhammad al Tamimi.
Kedua, tidak mau komitmen dengan hukum-hukum Allah dan
Syariat-Nya. Ini merupakan sikap berpaling yang bersifat khusus, hanya terjadi
terhadap hukum dan undang-undang. Sengaja tidak komitmen terhadap Islam bisa
dikafirkan apabila meninggalkan sikap komitmen terhadap salah satu hukum
syariah. Bentuknya, tidak mengharamkan apa yang Allah haramkan dan tidak
menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya, dan tidak mewajibkan apa yang telah Allah
wajibkan.
Masing-masing
dari keduanya menjadi pembatal yang berdiri sendiri. Karenanya membutuhkan
penjelasan yang lebih rinci.
Meninggalkan
semua jenis amal
Ini
adalah persoalan yang sudah disepakati umat. Bahkan, terdapat penjelasan dari
sebagian ulama salaf yang menghukumi kafir orang yang tidak mengafirkan siapa
yang meninggalkan jenis amal. Nash-nash tentang bab ini sangat banyak,
terkadang disebutkan dengan lafadz tawallai dan terkadang dengan i'radh
dan lafadz yang semisal. Sesungguhnya iman adalah perkataan, perbuatan, dan
keyakinan. Siapa yang tidak memiliki amal sedikitpun maka imannya tidak sah
karena tidak memiliki salah satu rukunnya. Dan ini masalah pokok yang Allah
perintahkan kepada para hamba-Nya.
اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ
إِلَهٍ غَيْرُهُ
"Sembahlah
Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." (QS. Al-A'raaf:
59, 65. 73, 85; Huud: 50, 61, 84; Al-Mukminun: 23, 32)
اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ
"Sembahlah
Tuhanmu Yang telah menciptakan kalian." (QS. Al-Baqarah: 21) Dan
ayat-ayat lain yang semakna dengannya.
Sesungguhnya
tauhid memiliki dua rukun, yaitu ibadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah
kepada selain-Nya. Dan siapa yang tidak mengamalkan sedikitpun dari amal Islam
maka dia meninggalkan salah satunya.
Kekafiran
orang yang meninggalkan seluruh amal termasuk kufur amali, walaupun secara
realita tidak mungkin terjadi kecuali orang yang hatinya sudah kafir. Rasanya
tidak mungkin ada pokok keimanan dalam diri seseorang kalau tidak mendorongnya
untuk beribadah kepada Allah dan bertaqarrub kepada-Nya dengan satu amal-pun.
Meninggalkan
iltizam (komitmen)
Ini
persoalan yang lain lagi. Boleh jadi seseorang melaksanakan shalat, puasa, dan
haji lalu menolak untuk berkomitmen dengan hukum-hukum Allah seperti syari'at
jihad dan pengharaman khamar (minuman keras), maka dia menjadi kafir yang
murtad dari agamanya.
Tidak
mau komitmen dengan syari'at Islam memiliki beberapa bentuk, di antaranya
enggan atau menolak salah satu syari'at, sebagaimana yang diputuskan para
sahabat untuk mengafirkan orang yang menentang kewajiban zakat. Di antaranya
lagi, menolak hukum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana
yang dilakukan kaum munafikin:
وَإِذَا
قِيلَ
لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ
رَأَيْتَ
الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُوداً
"Apabila
dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah
telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang
munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu."
(QS. Al-Nisa': 61)
Di
antara syarat Laa Ilaaha Illallaah adalah tunduk dan menerima
kalimat tauhid itu serta menerima tuntutannya. Barangsiapa yang tidak mau
berkomitmen dengan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, tidak mau tunduk
dan menerima, walau mungkin dia termasuk orang yang paham tapi tidak mau
mengamalkan, dia memahami persoalan tauhid lalu berpaling darinya, maka dia
telah kafir. Inilah bentuk kekufuran Iblis laknatullah 'alaih. Dia
enggan menerima perintah Allah untuk bersujud kepada Adam. Dan sebelum
penolakannya itu dia tidak kafir. Kemudian dia menjadi kafir dengan
perbuatannya dan manjadi pentolannya kaum kafirin sehingga layak mendapatkan
laknat hingga hari berbangkit.
Adapun
i'radh 'amali terbagi menjadi dua: Pertama, berpaling dari
mempelajari pokok agama dan persoalan yang menjadi syarat sahnya iman dan
Islam. Siapa yang menerima Islam dan mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah lalu
berpaling dari Islam, dengan tidak mau mempelajari kewajiban-kewajiban yang
harus ia laksanakan, tidak mau mempelajari rukun Islam, tidak mau mempelajari
shalat, puasa dan tidak mau mempelajari sesuatu untuk sahnya ibadah dia, maka
dia menjadi orang kafir yang berpaling dari Islam.
Begitu
juga orang yang bersyahadat Laa Ilaaha Illallaah wa Anna muhammad
rasulullaah, lalu berpaling dari mengenal Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dan hak-hak beliau yang wajib ditunaikannya dan berpaling
dari mengenal Allah dan mengenal sifat dan hak-hak-Nya yang wajib diketahui
setiap orang, maka dia sudah kafir sebagaimana orang di atas.
Kedua, berpaling dari salah satu hukum Islam yang tidak pokok.
Ini tidak menjadi pembatal dengan sendirinya. Karena sebagian orang ada yang
meninggalkannya karena bodoh. Dan kebodohan semacam ini menjadi penghalang
untuk dikafirkannya seseorang yang melakukan pembatal keislaman.
Tidak
semua orang kafir itu mengetahui lantas menentang, tapi di antara mereka ada
yang tidak mengetahui kebenaran sehingga melakukan kekufuran. Allah Ta'ala
berfirman,
بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْلَمُونَ
الْحَقَّ فَهُمْ مُعْرِضُونَ
"Sebenarnya
kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling."
(QS. Al-Anbiya': 24)
Apabila
kejahilan sebagai dosa yang tersendiri bagaimana bisa menjadi penghalang untuk
dikafirkan pelakunya? Kejahilan yang bisa menjadi udzur adalah bodoh secara
alami (terpaksa) yang tidak bisa dihilangkan. Sedangkan orang yang mungkin bisa
belajar dan berilmu, tidak diberi udzur dalam masalah-masalah dzahir dari agama
ini. Wallahu a'lam.
Kejahilan yang bisa menjadi udzur adalah bodoh secara alami
(terpaksa) yang tidak bisa dihilangkan.
Sedangkan orang yang mungkin bisa belajar dan berilmu, tidak diberi
udzur dalam masalah-masalah dzahir dari agama ini.
Semoga
shalawat dan salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan juga
seluruh sahabatnya. Amiiin...
No comments:
Post a Comment